Selasa, 23 Mei 2017

6 Kesenian dan budaya Indonesia yang go Internasional

Inilah 6 Kesenian dan budaya Indonesia yang go Internasional

Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dari Sabang sampai Merauke. Indonesia tercatat menjadi salah satu negara paling kaya yang memiliki beragam budaya yang sudah diakui UNESCO.
Tari Samanhttp://www.satuharapan.com
Tari Saman adalah sebuah tarian dari Aceh, tepatnya suku Gayo yang biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Tari Saman dari Gayo Lues dan sekitarnya di Provinsi Aceh resmi diakui dan masuk dalam daftar warisan budaya UNESCO, pada di Bali pada 22 sampai 29 November 2011 lalu. Syair dalam tarian Saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. Tarian saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, dengan kekompakan dan alunan musik yang bervariasi memberikan kesan yang memukau bagi seluruh penontonnya. Gerakan pada tari saman sangatlah bervariasi seperti gerak guncang, kirep, lingang, surang-saring (semua gerak ini adalah bahasa Gayo) 

2. Reog Ponorogo

Kesenian yang berasal dari Jawa Timur ini merupakan seni tarian yang menggunakan topeng dadak merak, yakni topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu merak. Keunikan Reog Ponorogo inilah yang membuat Reog Ponorogo sempat diklaim oleh negara tetangga sebagai budaya mereka.
Tarian sejenis Reog Ponorogo yang ditarikan di Malaysia dinamakan Tari Barongan tetapi memiliki unsur Islam. Tarian ini juga menggunakan topeng dadak merak, yaitu topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu merak. Deskripsi dan foto tarian ini ditampilkan dalam situs resmi Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia.
Kontroversi timbul karena pada topeng dadak merak di situs resmi tersebut terdapat tulisan “Malaysia”, dan diakui sebagai warisan masyarakat keturunan Jawa yang banyak terdapat di Batu Pahat, Johor dan Selangor, Malaysia. Hal ini memicu protes berbagai pihak di Indonesia, termasuk seniman Reog asal Ponorogo yang menyatakan bahwa hak cipta kesenian Reog telah dicatatkan dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004, dan dengan demikian diketahui oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Ditemukan pula informasi bahwa dadak merak yang terlihat di situs resmi tersebut adalah buatan pengrajin Ponorogo. Ribuan seniman Reog sempat berdemonstrasi di depan Kedutaan Malaysia di Jakarta. Pemerintah Indonesia menyatakan akan meneliti lebih lanjut hal tersebut.

3. Angklung

Angklunghttp://bandungtraveler.com
Angklung adalah alat musik multitortal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat. Berbahasa sunda di pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu). Sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2,3,sampai 4 nada dalam setiap ukuran kecil.
Angklung Indonesia ini telah mendapat pengakuan resmi dari UNESCO sebagai bagian dari warisan budaya. Tak benda atau intangible cultural heritage. Penyerahan resmi sertifikat dilaksanakan di Jakarta, pada 19 Januari 2011. Sertifikat ini diserahkan oleh mantan Duta Besar RI untuk UNESCO Tresna Dermawan Kunaefi kepada menteri pendidikan nasional Muhammad Nuh. Taufik menyatakan angklung digemari diluar negeri. Negara-negara seperti Korea, Jepang dan Malaysia. Telah mengenalkan angklung pada anak-anak usia sekolah.

4. Batik

Siapa yang tidak mengenal budaya Indonesia satu ini? Seperti yang kita tahu, kini batik tengah banyak diminati karena keunikan coraknya. Tak hanya itu pembuatan batik yang rumit terutama batik tulis menjadi daya tarik tersendiri. Keindahan dan keunikan batik inilah yang menjadikan batik sebagai warisan budaya dunia (world heritage) yang telah diakui oleh UNESCO pada Oktober 2009. Kerennya lagi, kini budaya kebanggaan Indonesia ini sudah banyak dipakai oleh warga asing, termasuk selebriti dunia seperti Paris Hilton, Jessica Alba, dan Dakota Fanning.

5. Keris

Kerishttp://img06.deviantart.net
UNESCO menyatakan Keris sebagai “Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity” pada tanggal 25 November 2005. Keris merupakan senjata tradisional Indonesia yang diyakini mengandung kekuatan supranatural. Raja-raja di nusantara menjadikan keris menjadi senjata pusaka. Keris telah digunakan sejak abad ke-9 dibuat dengan logam dan gagangnya dibuat dari tulang, tanduk atau kayu. Keris dibuat dari logam yang berkualitas. Keris Kuno bahkan logamnya berasal dari meteor yang jatuh ke bumi. Para Peneliti menyebut bahwa keris kuno mengandung unsur logam titanium suatu bahan yang baru pada abad 20 digunakan sebagai bahan pelapis kendaraan angkasa luar, tapi ternyata para Mpu pembuat keris telah menemukannya terlebih dahulu sebagai bahan pembuat keris. 

6. Tari Kecak

Tari Kecak biasanya disebut sebagai tari “Cak” atau tari api (Fire Dance) merupakan tari pertunjukan masal atau hiburan dan cendrung sebagai sendratari yaitu seni drama dan tari karena seluruhnya menggambarkan seni peran dari “Lakon Pewayangan” seperti Rama Sita dan tidak secara khusus digunakan dalam ritual agama hindu seperti pemujaan, odalan dan upacara lainnya.
Bentuk – bentuk “Sakral” dalam tari kecak ini biasanya ditunjukan dalam hal kerauhan atau masolah yaitu kekebalan secara gaib sehingga tidak terbakar oleh api.
Tidak seperti tari bali lainnya menggunakan gamelan sebagai musik pengiring tetapi dalam pementasan tari kecak ini hanya memadukan seni dari suara – suara mulut atau teriakan – teriakan seperti “cak cak ke cak cak ke” sehingga tari ini disebut tari kecak.

Sastra Nusantara Di 10 Daerah.

Sastra Nusantara Di 10 Daerah.

Langsung to the point saja, disini saya akan membahas tentang Sastra Nusantara di 10 Daerah. Anda mencari tugas kuliah berkaitan dengan sastra? Jangan khawatir, artikel berikut ini bisa membantu anda dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen terutama anda yang kuliah di jurusan Sastra Indonesia. Pendahuluan, Indonesia terkenal dengan sastranya, baik sastra tulis maupun tulisan. Apa ini penyebab sekarang anak anak udah pada pandai ngegombal ya? ðŸ˜€ wkwkwkwk, bercanda…Sastra ini merupakan pedoman atau instruksi, dengan karta lain sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan dalam bentuk tulisan. Nah apa saja jenisnya? Langsung deh cekidot:
  1. Sastra Lisan
  2. Sastra Tulisan.
Yang termasuk dalam sastra lisan adalah:
  • Mitos / Mite : merupakan seni sastra bersifat religius, namun memberi rasio pada kepercayaan dan praktik keagamaan. Masalah pokok yang diulas di dalam mitos adalah masalah kehidupan manusia, asal mula manusia dan makhluk hidup lain, sebab manusia di bumi, dan tujuan akhir hidup manusia. Fungsi mitos yaitu memberi penjelasan tentang alam semesta dan keteraturan hidup dan perilaku.
  • Legenda : merupakan cerita yang bersifat semihistoris mengenai pahlawan, terciptanya adat, perpindahan penduduk, dan selalu berisi percampuran antara fakta dan supernatural. Legenda tidak banyak mengandung masalah, namun lebih kompleks dari mitos. Fungsinya antara lain memberi pelajaran, ajaran moral, meningkatkan rasa bangga terhadap suku bangsa atau moyangnya. Suatu legenda yang lebih panjang berbentuk puisi atau prosa ritmis dikenal dengan epik
  • Epik : merupakan cerita lisan yang panjang, kadang-kadang dalam bentuk puisi atau prosa ritmis yang menceritakan perbuatan-perbuatan besar dalam kehidupan orang yang sebenarnya atau yang ada dalam legenda.
  • Dongeng :  merupakan suatu cerita yang tidak nyata dan tidak historis yang fungsinya untuk memberi hiburan dan memberi pelajaran atau nasihat.
Yang termasuk dalam sastra tulisan menurut periodesasinya adalah:
  • Pujangga lama: Dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di Indonesia di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat. Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri atas 4 baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair (pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud).Pantun merupakan sejenis puisi yang terdiri atas 4 baris bersajak ab-ab atau aa-aa. Dua baris pertama merupakan sampiran, yang umumnya tentang alam (flora dan fauna). Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawaban nya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi. Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa, terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dongeng, maupun sejarah. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama.
  • Sastra Melayu Lama: 
    Merupakan karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870–1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat Sumatra seperti Langkat, Tapanuli, Padang dan daerah Sumatra lainnya, Cina dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat.
    Beberapa contoh karya sastra Melayu lama yaitu Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo), Bunga Rampai oleh A.F van Dewall, Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe, Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan, Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lain
  • Angkatan balai Pustaka: Karya sastra angkatan Balai Pustaka muncul di Indonesia sejak tahun 1920–1950, yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak dan bahasa Madura. Contoh karya sastra angkatan Balai Pustaka antara lain Azab dan Sengsara, Seorang Gadis oleh Merari Siregar, Sengsara Membawa Nikmat oleh Tulis Sutan Sati, dan Siti Nurbaya oleh Marah Rusli.
  • Pujangga baru: Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi “bapak” sastra modern Indonesia. Pada masa itu, terbit pula majalah “Poedjangga Baroe” yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930–1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karya sastra Pujangga Baru di antaranya Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisjahbana dan Belenggu oleh Armijn Pane. Makna Pujangga atau Bujangga adalahpemimpin agama atau pendeta. Tetapi, makna pujangga dalam pujangga baru adalah ”pencipta”.
  • Angkatan 45: Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan ’45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik. Misalnya, Surat Cinta Enday Rasidin, Simphoni oleh Subagio Sastrowardojo, dan Balada Orang orang Tercinta oleh W.S.Rendra.
  • Angkatan 66-70an: Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastranya. Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok ini seperti Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Gunawan Mohammad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hurip, Sutardji Calzoum Bachri, dan termasuk paus sastra Indonesia,
    H.B.Jassin.
    Seorang sastrawan pada angkatan 50–60-an yang mendapat tempat pada angkatan ini adalah Iwan Simatupang. Pada masanya, karya sastranya berupa novel, cerpen dan drama kurang mendapat perhatian. Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C Noer, Akhudiat, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Gunawan Mohammad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Widjaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail dan banyak lagi yang lainnya.
    Karya Sastra Angkatan ‘66 di antaranya Amuk, Kapak, Laut Belum Pasang, Meditasi, Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur, Tergantung Pada Angin, Dukamu Abadi, Aquarium, Mata Pisau dan Perahu Kertas.
  • Angkatan 80an: 
    Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas di berbagai majalah dan penerbitan umum. Beberapa sastrawan yang dapat mewakili Angkatan dekade 80-an ini antara lain Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, dan Kurniawan Junaidi. Karya Sastra Angkatan Dasawarsa 80 antara lain Badai Pasti Berlalu, Cintaku di Kampus Biru, Sajak Sikat Gigi, Arjuna Mencari Cinta, Manusia Kamar, dan Karmila.
    Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 80-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.
    Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 80-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop (tetapi tetap sah disebut sastra, jika sastra dianggap sebagai salah satu alat komunikasi), yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman dengan Serial Lupus-nya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih “berat”. Budaya barat dan konflik-konfliknya sebagai tema utama cerita terus mempengaruhi sastra Indonesia sampai tahun 2000.
  • Angkatan 2000an: Sastrawan angkatan 2000 mulai merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 90-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kisah novel fiksi. Apakah kamu mengenal Ayu Utami dengan karyanya Saman? Sebuah fragmen dari cerita Laila Tak Mampir di New York. Karya ini menandai awal bangkitnya kembali sastra Indonesia setelah hampir 20 tahun. Gaya penulisan Ayu Utami yang terbuka, bahkan vulgar, itulah yang membuatnya menonjol dari pengarang-pengarang yang lain. Novel lain yang ditulisnya adalah Larung.
Dan 10 Contoh Sastra Nusantara baik dari Sastra Tulis maupun Sastra Lisan dari berbagai daerah diantaranya sebagai berikut:
  1. Mitos Pulau Jawa: Mite yang hidup di Indonesia biasanya bercerita tentang proses terciptanya alam semesta (kosmogony), asal usul dan silsilah para dewa (theogony), pencitaan manusia pertama dan pembawa kebudayaan, asal usul makanan pokok (padi), dan sebagainya. Berikut salah satu mite yang hidup di Jawa. Konon, pada masa dahulu kala Pulau Jawa belum berpenghuni sehingga mudah terombang-ambing terkena ombak laut. Hanya Bathara Guru dan Bathari Parameswari yang berani menempatinya.
    Maka, agar Pulau Jawa menjadi tenang, Bathara Guru memanggil para dewa untuk datang ke Jambudwipa. Intinya mereka diperintah untuk memindahkan Gunung Mahameru ke Pulau Jawa untuk dijadikan pasak. Para dewa pun bergotong royong mengangkat gunung tersebut. Bathara Wisnu berubah menjadi tali untuk mengikat dan Bathara Brahma menjadi kura-kura untuk kendaraannya. Separuh gunung ditinggal dan puncaknya bisa sampai ke Jawa. Selama perjalanan, ada bagian-bagian gunung yang jatuh dan membentuk Gunung Wilis, Gunung Kelud, serta Gunung Kawi. Puncaknya menjadi Gunung Semeru dan menjadi pusat dunia seperti Gunung Mahameru di Jambudwipa.
  2. Sastra Sunda (Jawa Barat): Pantun Sunda.
    Seni sastra lisan ini merupakan penceritaan bersyair orang Sunda (Jawa Barat) dengan diiringi oleh musik kecapi. Tradisi ini biasanya dilakukan sebelum atau sesudah upacara tradisional misalnya pernikahan dan merupakan hiburan tunggal. Juru pantun menyanyi sesuai irama kecapi yang ia petik dalam skala pentatonik (lima nada). Kecapi Sunda itu biasanya berbentuk perahu dengan 18 senar.
    Pantun Sunda biasanya berisi kisah cerita dari masa Kerajaan Hindu Pajajaran. Cerita ditampilkan secara bersamaan antara percakapan dan nyanyian. Salah satu pantun Sunda yang terkenal adalah Lutung Kasarung, syairnya terdiri atas 1.000 baris dan berasal dari abad XV. Semula, tradisi ini disampaikan oleh pendongeng profesional yang berkelana dari desa ke desa. Maksudnya untuk mengajarkan kepercayaan agama, sejarah, mitologi, sopan santun, dan lain-lain. Dalam perkembangannya, tradisi ini berubah menjadi cerita anak-anak.
    Sastra Sunda adalah karya kesusastraan dalam bahasa Sunda atau dari daerah kebudayaan suku bangsa Sunda atau di mana mereka memberikan pengaruh besar. Sastra Sunda yang mulai muncul pada abad ke-15, awalnya dituliskan di atas daun lontar, dan kemudian di atas kertas. Aksara yang dipakai adalah aksara Sunda Kuno, aksara Sunda-Jawa (Sunda: cacarakan), dan juga huruf Arab.
  3. Sastra Pesisir Suluk Suluk Sunan Bonang (Jawa Timur):  Khazanah Sastra Jawa Timur. Khazanah sastra zaman Hindu dan Islam Pesisir – dua zaman yang relevan bagi pembicaraan kita — sama melimpahnya. Keduanya telah memainkan peran penting masing-masing dalam kehidupan dalam masyarakat Jawa dan Madura. Pengaruhnya juga tersebar luas tidak terbatas di Jawa, Bali dan Madura. Karya-karya Pesisir ini juga mempengaruhi perkembangan sastra di Banten, Palembang, Banjarmasin, Pasundan dan Lombok (Pigeaud 1967:4-8). Di antara karya Jawa Timur yang paling luas wilayah penyebarannya ialah siklus Cerita Panji. BACA SELENGKAPNYA
  4. Sastra Minangkabau: sastra yang hidup dan dipelihara dalam masyarakat Minangkabau, baik lisan maupun tulisan. Adapun sastra lisan yang masih hidup dalam masyarakat Minangkabau adalah jenis kaba dan dendang. Kaba adalah: cerita yang disampaikan oleh tukang kaba dengan iringan gesekan rebab. Kekuatan sastra kaba ini sangat ditentukan kemampuan tukang kaba. Jenis sastra kaba tersebut misalnya Kaba Cindua Mato, Kaba Anggun Nan Tongga, Kaba Lareh Simawang, Kaba Rancak Dilabuah, Kaba Gadih Basanai, Kaba Malin Deman, Kaba Rambun Pamenan. di dalam kaba (cerita) tukang kaba tidak hanya menyampaikan bahan berbentuk prosa ssaja seperti contoh di atas, namun tukang kaba juga menyampaikan bahan cerita yang bukan cerita dengan bentuk seperti petuah adat dan nasihat seperti halnya gurindam. sedangkan Dendang adalah seni suara yang diiringi oleh alat musik saluang.
  5. Sastra Rabab Pariaman (Sumatera Barat): Tradisi pertunjukan lisan ini berasal dari Sumatra Barat. Tukang rabab menyampaikan cerita dalam wujud nyanyian dengan ciri dialek Pariaman. Tradisi ini biasa dipertunjukkan pada pesta perkawinan, perayaan nagari, pesta pengangkatan penghulu, dan lain-lain. Cerita yang disampaikan berisi perjuangan untuk mencapai keberhasilan hidup. Tokoh dalam cerita itu menghadapi kesulitan dalam mencapai keberhasilan, kemudian mendapat tanggapan dari penonton.
  6. Sastra Batak Toba (Sumatera Utara): Orang Batak Toba terkenal dengan keberaniannya untuk berbicara di depan umum dan keberanian dalam hal-hal lainnya. Sifat umum dan khas dari suku bangsa ini ialah “Si boru puas si boru bakkara, molo nunga puas ampema soada mara (artinya,seseorang harus mengungkapkan isi hati dan perasaannya, dan jika hal itu telah terungkapkan maka puaslah rasanya dan damai serta selesailah masalkah, semua masalah harus dituntaskan dengan pembicaraan). Ungkapan ini umumnya mewarnai sifat orang Batak. Berkaitan dengan itulah maka orang Batak suka berbicara. Suka berbicara, berkaitan erat dengan bayak hal dalam hidup orang Batak Toba. Suku ini memiliki banyak ungkapan-ungkapan berhikmat, pepatah, pantun, falsafah, syair lagu, dll. Banyak ungkapan bijaksana di kalangan masyarakat Toba. Ungkapan bijak itu tidak kala penting dan nilainya bagi kehidupan mausia bila dibandingkan dengan ungkapan bijak dari sastra suku bangsa lain. Ungkapan berhikmat itu sungguh lahir dari pengalaman dan pergulatan hidup nenek moyang dari dahulu hingga masa sekarang.Makna yang terkandung dalam sastra Batak Toba berkaitan erat dengan kehidupan yang dialami setiap hari, misalnya: falsafah pengetahuan (Batak: Habisuhon), kesusilaan (Batak: Hahormaton), tata aturan hidup (Batak: Adat dohotuhum) dan kemasyarakatan (Batak: Parngoluon siganup ari). Bila diteliti secara seksama, sastra kebijaksanaan suku Batak Toba (yang disebut umpama), terdiri dari empat bagian. Pembagian itu adalah sebagai berikut:
    1. Filsafah (Batak: umpama na marisi habisuhon= pepatah yang berisi pengetahuan atau kebijaksanaan).
    2. Etika kesopanan (Batak : umpama hahormaton).
    3. Undang-undang (Batak: umpama na mardomu tu adat dohot uhum).
    4. Kemasyarakatan (Batak: umpama na mardomu tu parsaoran si ganup ari, ima na dipangke di tingki pesta, partamueon, dll.).
    Arti dan makna umpama (pepatah) dalam suku Batak Toba sangat luas dan mendalam. Berdasarkan bentuknya ungkapan itu dapat di bagi ke dalam empat bagian besar. Pembagian itu ialah:
    1. Pantun (Batak: umpasa): adalah ungkapan yang berisi permintaan berkat, keturunan yang banyak, penyertaan dan semua hal yang baik, pemberian dari Allah.
    2. Kiasan/persamaan (Batak: tudosan): adalah pepatah yang berisi persamaan dengan ciptaan (alam) dan semua yang ada di sekitar kita, misalnya: pematang sawah yang licin.
    3. Nyanyian (Batak: endeende): adalah pepatah yang sering dinyanyikan, diungkapkan oleh orang yang sedang rindu, yang bergembira dan yang sedang sedih.
    4. Pepatah (Batak: Umpama) adalah: kebijaksanaan/kecerdikan, pepatah etika kesopanan, pepatah adat (peraturan :tata cara), pepatah hukum.
  7. Sastra Bali (Pulau Bali): merupakan salah satu khazanah kesusastraan Nusantara.Seperti kesusastraan umumnya, sastra Bali ada yang diaktualisasikan dalam bentuk lisan (orality) dan bentuk tertulis (literary). Menurut katagori periodisasinya kesusastraan Bali ada yang disebut Sastra Bali Purwa dan Sastra Bali Anyar. Sastra Bali Purwa maksudnya adalah Sastra Bali yang diwarisi secara tradisional dalam bentuk naskah-naskah lama. Sastra Bali Anyar yaitu karya sastra yang diciptakan pada masa masyarakat Bali telah mengalami modernisasi. Ada juga yang menyebut dengan sebutan Sastra Bali Modern.Sastra Bali sebelum dikenal adanya kertas di Bali, umumnya ditulis di atas daun lontar. Karena ditulis di atas daun lontar, “buku sastra” ini disebut dengan “lontar”. Memang ada bentuk tertulis lainnya, seperti prasasti, dengan menggunakan berbagai media seperti batu dan lempengan tembaga, namun tidak terdapat karya Sastra Bali ditulis di atas bilah bambu, kulit binatang, kayu, kulit kayu. Belakangan setelah dikenal kertas, penulis karya sastra Bali menuliskan karyanya di atas kertas, bahkan sudah banyak diketik.
    Bahasa yang digunakan untuk menulis Sastra Bali ada tiga jenis yaitu Bahasa Jawa Kuna (Kawi Bali), Bahasa Jawa Tengahan, Bahasa Bali.
  8. Sastra Lampung: merupakan sastra yang menggunakan bahasa Lampung sebagai media kreasi, baik sastra lisan maupun sastra tulis. Sastra Lampung memiliki kedekatan dengan tradisi Melayu yang kuat dengan pepatah-petitih, mantera, pantun, syair, dan cerita rakyat. Sastra lisan Lampung menjadi milik kolektif suku Lampung. Ciri utamanya kelisanan, anonim, dan lekat dengan kebiasaan, tradisi, dan adat istiadat dalam kebudayaan masyarakat Lampung. Sastra itu banyak tersebar dalam masyarakat dan merupakan bagian sangat penting dari khazanah budaya etnis Lampung. Jenis Sastra Lisan Lampung: A. Effendi Sanusi (1996) membagi sastra lisan Lampung menjadi lima jenis: peribahasa, teka-teki, mantera, puisi, dan cerita rakyat.
  9. Sastra Melayu Hikayat Hang Tuah: adalah sebuah karya sastra Melayu yang termasyhur dan mengisahkan Hang Tuah. Dalam zaman kemakmuran Kesultanan Malaka, adalah Hang Tuah, seorang laksamana yang amat termasyhur. Ia berasal dari kalangan rendah, dan dilahirkan dalam sebuah gubug reyot. Tetapi karena keberaniannya, ia amat dikasihi dan akhirnya pangkatnya semakin naik. Maka jadilah ia seorang duta dan mewakili negeranya dalam segala hal.
  10. Sastra Sulawesi Sureq GaligoSureq Galigo, atau Galigo, atau disebut juga La Galigo adalah sebuah epik mitos penciptaan dari peradaban Bugis di Sulawesi Selatan(sekarang bagian dari Republik Indonesia) yang ditulis di antara abad ke-13 dan ke-15 dalam bentuk puisi bahasa Bugis kuno, ditulis dalam huruf Lontara kuno Bugis. Puisi ini terdiri dalam sajak bersuku lima dan selain menceritakan kisah asal usul manusia, juga berfungsi sebagai almanak praktis sehari-hari.
  11. Bonus 1 sastra dari daerah Banjar: adalah syair-syair yang ditulis dalam bahasa Banjar, cara presentasinya sama dengan cara mempresentasikannya Syair Melayu yaitu dilantunkan atau dilagukan seperti membaca gurindam (mirip orang mengaji Al-Qur’an).
Sastra Nusantara di 10 Daerah
Sastra Nusantara di 10 Daerah

Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Karya Sastra

Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Karya Sastra

 
Di dalam karya sastra mengandung nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil dari peran masing-masing tokoh dalam karya sastra tersebut. Nilai-nilai tersebut antara lain:

a. Nilai moral: berhubungan dengan perilaku dan pembentukan akhlak;
b. Nilai sosial: berhubungan dengan hubungan antar manusia dalam lingkungan tertentu;
c. Nilai budaya: berhubungan dengan kebiasaan, adat istidat, dan pola pikir masyaraka tertentu;
d. Nilai agama: berhubungan dengan norma-norma agama;
e, Nilai psikologi: berhubungan dengan kondisi kejiwaan/batin tokoh-tokohnya; serta
f. nilai pendidikan: berhubungan dengan perilaku baik, dewasa, bermanfaat, dapat memilah baik dan buruk.

Makna seni tradisional sebagai media komunikasi


0wayangMedia komunikasi pada dasarnya merupakan sarana yang dipergunakan untuk memproduksi, mereproduksi mendistribusikan atau menyebarkan dan menyampaikan informasi (Suranto, 2005). Sementara seni tradisi jauh lebih luas dari media komunikasi, meskipun fakta menunjukkan bahwa sebagian seni tradisional bisa digunakan dan seringkali dikembangkan menjadi media komunikasi.

Kesenian tradisional pada dasarnya memiliki pola atau pakem yang membuat kesenian itu menjadi khas, berbeda dari kesenian jenis lainnya. Akan tetapi, pakem tersebut bukanlah suatu aturan “mati”, melainkan potensi yang dapat berkembang, berubah, dan bercampur satu sama lain. Seni tradisi secara alami mampu mengakomodasi perubahan isi sesuai dengan kepentingan situasi. Oleh karena pemanfaatan seni tradisi sebagai sebuah media komunikasi akan sangat berkaitan dengan aspek : (1) bentuk, pola, atau pakem, (2) daya atau potensi untuk berubah, dan (3) muatan-muatan atau pesan-pesan yang berisikan pendidikan kultural, spiritual, dan komentar sosial. Dalam tiga aspek itulah sesungguhnya terletak kapabilitas seni tradisi sebagai media ungkap atau ekspresi keindahan, yang pada gilirannya memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi media komunikasi tradisional.

Seni tradisional sebagai media komunikasi memiliki potensi yang terbuka luas sepanjang problem dan masalah yang selama ini dihadapi seni tradisional dapat dipetakan dan dipelajari entitasnya secara jelas. Selain harus didukung dari entitas internal seni tradisionalnya sendiri, agar efektif sebagai media tradisional juga harus menyentuh pada konstelasi proses mediasi dan apresiasi seni tradisonal yang digunakan di masyarakat.

Dewasa ini "cita rasa seni" masyarakat modern lebih mengidentifikasi dirinya dalam bentuk yang kontemporer atau banyak menyukai unsur serapan diluar "ruh asli" seni tradisionalnya. Karena itu kebutuhan untuk eksis dan update seni tradisonal di tengah hiruk pikuk dunia seni modern harus bersaing ketat karena pangsa pasar seni tradisional semakin spesifik dalam ujud "orisinalitas-nya".

Menurut Prof. Dr. Musa Asy’arie, Anggota Dewan Pengawas TVRI, bahwa Setiap tradisi memiliki masing-masing karakter dan publiknya sendiri. Ketika masyarakat berubah, maka logika itu yang harus diubah dan dinaikkan sesuai dengan perubahan masyarakat. Kita ketahui bahwa logika berpikir orang itu punya tingkatan. Segmentasi masyarakat akan berkaitan dengan kemampuan untuk menerima seni ini. Sedangkan tradisi adalah kebiasaan atau adat istiadat yang dilestarikan secaraturun temurun dalam suatu kehidupan masyarakat tertentu. Oleh karena itu kita bisa menemukan tradisi masyarakat agraris, industri, pedalaman, kota, akademik, kelas bawah hingga tradisi masyarakat elit. Jika bicara tradisi, semua punya tradisi. Misalkan masyarakat agraris dan kota. Bagaimana tradisi kota? Bagaimana tradisi masyarakat industri? Ada pula masyarakat kota, desa dan akademik. Pembaharuan dalam karya seni tidak bisa dilepaskan dari pembaharuan nilai dalam kehidupan masyarakat.

Kemampuan bertahan seni tradisional menghadapi tantangan yang semakin besar untuk tetap eksis ditengah masyarakat/komunitas pendukungnya. Seni adalah suatu proses panjang perjalanan budaya yang dapat saja mengalami pasang surut disepanjang perjalanannya, demikian pula seni sebagai karya manusia yang diciptakan manusia tentu akan memiliki daur hidup dalam perkembangannya.  Potensi munculnya permasalahan dan kerumitan  dalam menciptakan persan seni tradisional sebagai media komunikasi akan menyangkut pada beberapa pandangan-pandangan sebagai berikut :
  1. Dari sisi pelaku/pelakon/seniman seni tradisional, maka kesinambungan generasi pelakon (SDM) perlu terus ada agar seni tradisional dapat dipertahankan. Regenerasi dan pengkaderan adalah suatu keniscayaan yang harus ditempuh jika tidak ingin punah di kemudian hari.
  2. Dari sisi kualitas pertunjukan, maka membutuhkan sumber daya manusia yang terampil dan terlatih agar cita rasa seni tradisional mampu tetap dipertahankan atau dihadirkan. Kehancuran seni tradisional banyak terjadi karena meski regenerasi dan kaderisasi sudah dilaksanakan namun tokoh lanjutan pelakon seni seringkali tidak mampu lagi menghadirkan "chemistry" atau "cita rasa" seperti tokoh-tokoh pendahulunya. Sehingga seperti ilustrasi segelas teh yang dinikmati enak pada tuangan pertama, maka tuangan kedua dan ketiga dan seterusnya tak akan mampu lagi menghadirkan aroma cita rasa yang dikehendaki karena akan semakin hambar rasanya. Cita rasa" seni harus selalu dipertahankan dan diolah sehingga bukan hanya sekedar "ada atau eksis", tetapi mampu dihadirkan dengan cita rasa prima atau penuh inovasi yang proporsional mampu memperpanjang usia seni tradisional. Tidak jarang 'inovasi seni' yang kebablasan hanya mendongkrak popularitas dalam sekejap, namun kemudian membawa pada kematian permanen seni tersebut. Inovasi dan kreatifitas seni haruslah selalu berada pada koridor seni itu sendiri.
  3. Pergeseran cita rasa seni generasi muda saat ini (mayoritas suatu bangsa selalu terbanyak pada jumlah kawula mudanya - usia produktif) yang berbeda dengan generasi muda era sebelumnya, sebagian telah memaksa seni tradisional berkolaborasi dengan sajian, sentuhan dan seni modern yang cenderung bergerak cepat dan sarat teknologi. Bentuk pergeseran cita rasa maupun orientasi ini menjadikan seni tradisonal banyak mengalah melakukan penyesuaian atau memodifikasi bentuknya dari yang moderat hingga ekstrim rombak total.
  4. Permintaan pasar atau penambahan jumlah penggemar seni tradisional masih jauh dalam hal jumlah maupun event promosi yang digunakan.   
  5. Berkesenian atau unjuk seni tradisi tidak hanya bergantung pada seniman semata, melainkan pada pesan moral atau nilai tradisi, pemilihan media dan khalayak yang menjadi penikmat atau peminat seni tradisi tersebut.
  6. Dalam formatnya yang asli, media tradisional hanya relevan secara eksklusif bagi masyarakat budaya pendukungnya. Begitu pula pemanfaatan media tradisional sebagai wahana bagi isu-isu kontemporer bagi suatu masyarakat budaya pendukungnya, akan relevan manakala media tersebut sudah tidak lagi sebagai sumber mitos budaya tertentu. sifatnya yang eksklusif dan lingkupnya yang lokal, cenderung hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu dalam jumlah yang terbatas. Karakteristik eksklusif semacam ini tentu kurang menguntungkan apabila ditinjau dari teori media, karena salah satu ciri dari media yang baik adalah kemampuannya menjangkau massa dalam jumlah besar.
  7. Bahwa tidak semua seni pertunjukkan rakyat dapat menjadi media penyaluran pesan informasi secara efektif dan komunikatif. Mungkin hanya media tradisional yang verbal dan komunikatif-dialogis saja yang cocok dalam penyampaian pesan kepada khalayak. Seni tradisi yang lain, misalnya yang mengandalkan gerak atau nyanyian dalam batas tertentu sulit digunakan sebagai media penyampai informasi.
Memperhatikan beberapapandangan-pandangan terhadap seni tradisional diatas, tentu kita akan munuju suatu pemikiran bahwa untuk menjadikan seni tradisional sebagai media komunikasi tentu sangat sulit kecuali dalam lingkup ekslusif dan lokal, atau dalam lingkup kecil untuk sasaran masyarakat budaya pendukungnya terkait dengan mitos budaya tertentu. Namun dari perspektif seni, kendala ini sudah banyak disiasati melalui inovasi dan daya kreasi yang setidaknya menumpang dari unsur 'entertaint atau hiburannya' sehingga pesan titipan yang akan dikomunikasikan dapat diselipkan. Terlalu dominan pesan-pesan komunikasi akan mengurangi unsur hiburannya yang menjadi ruh seni 'enak untuk dinikmati'.

Seni tradisional yang sudah populer dikenal masyarakat biasanya mampu menciptakan hubungan antara komunikan dan komunikator. Melalui pertunjukkan ini terdapat pertemuan langsung antara komunikan dan komunikator, dimana komunikator dapat mengungkapkan ide dan gagasannya kepada komunikan melalui cerita-cerita yang dibawakannya.  Seni tradisional saat ini sudah mampu untuk dikemas dan disajikan melalui media media elektronik dan dukungan teknologi akan meperkaya seni tradisional sehingga dapat direkam, didistribusikan, dikompilasi dan disiarkan langsung atau disiarkan ulang kapan saja dan untuk keperluan apa saja sehingga dan mampu menjangkau tempat yang jauh atau luas. Tontonan pertunjukan tidak saja dapat dinikmati secara life harus hadir di lokasi, melainkan mampu pula ditonton orang dari seluruh penjuru wilayah melalui televisi maupun internet.

Maka sebenarnya makna seni tradisional sebagai media komunikasi akan mengalami perkembangan kemajuan signifikan bila juga ditopang oleh media komunikasi lainnya terutama media penyiaran elektronik yang sudah memiliki segmentasi besar seperti radio dan televisi, dan tidak kalah dari itu adalah media sosial internet atau media bagi-pakai untuk mengunggah dan mengunduh video gratis yang disediakan secara beragam lewat internet.  (eip)

Seni Gerak dalam Pertunjukan Wayang

Seni Gerak dalam Pertunjukan Wayang

Berbicara tentang pertunjukan wayang dikandung sejumlah  pengertian, yakni: wayang mengacu pada boneka (sejenisnya), wayang mengacu pada pertunjukan (performance), wayang mengacu pada kisah (lakon), dan wayang mengacu pada orang-orang yang menari. efek-efek yang terdengar dan terlihat (audio-visual effect) dan artis pendukung – perlengapan (dramatis personae dan equipment). Efek-efek yang terdengar dan terlihat dalam pertunjukan wayang yakni: janturan, carita, pocapan (narasi), kepyakan (bunyi yang dihasilkan kepyak dengan tumpuan kotak wayang), dhodhogan (bunyi yang dihasilkan cempala yang dipukulkan pada kotak wayang), sindhenan (alunan bunyi indah yang dilantunkan oleh pesindhen), gerongan (alunan bunyi indah yang dilantunkan oleh wiraswara), sulukan (nyanyian yang dihasikan dalang untuk menciptakan nuansa tertentu), tembang (nyanyian yang dilantunkan oleh dalang, pesinden, niyaga, atau wiraswara), antawecana (percakapan antar tokoh dalam pertunjukan) dan gendhing (melodi, komposisi musik yang mengandung aspek nada dan irama tertentu). Satu efek yang tampak dalam pertunjukan wayang yakni gerak wayang. Untuk menghasilkan efek-efek tersebut diperlukan perlengkapan, yakni: boneka wayang, batang pisang, blencong (lampu), kotak wayang, kepyak (lempengan logam), cempala (pemukul kotak), gamelan (instrumen), dan kelir (layar). Yang dimaksud pendukung pertunjukan yakni: dalang, niyaga, swarawati, dan wiraswara. Satu efek yang terlihat dalam pertunjukan wayang yakni: sabetan. Terdapat dua pengertian sabetan atau puppet movement; yakni pengertian “luas” (gerak wayang secara keseluruhan) dan “sempit” (perang atau fighting), intensitas gerak dinamis. Anggota badan boneka wayang (tangan) hampir semua dapat digerakkan – kedua tangannya atau hanya satu tangannya saja; gerak satu tangan biasanya tokoh yang tangan bagian depan (Durna) ditatah menyatu dengan badan tokoh (raksasa Jurang Grawah, Rambut-geni).

Terdapat pula bentuk-bentuk wayang, seperti: gunungan, senjata, pogon, ampyak (rampogan), dan hewan, yang hanya dapat digerakkan dengan menggetarkan boneka wayang. efek-efek yang terdengar dan terlihat (audio-visual effect) dan artis pendukung – perlengapan (dramatis personae dan equipment). Efek-efek yang terdengar dan terlihat dalam pertunjukan wayang yakni: janturan, carita, pocapan (narasi), kepyakan (bunyi yang dihasilkan kepyak dengan tumpuan kotak wayang), dhodhogan (bunyi yang dihasilkan cempala yang dipukulkan pada kotak wayang), sindhenan (alunan bunyi indah yang dilantunkan oleh pesindhen), gerongan (alunan bunyi indah yang dilantunkan oleh wiraswara), sulukan (nyanyian yang dihasikan dalang untuk menciptakan nuansa tertentu), tembang (nyanyian yang dilantunkan oleh dalang, pesinden, niyaga, atau wiraswara), antawecana (percakapan antar tokoh dalam pertunjukan) dan gendhing (melodi, komposisi musik yang mengandung aspek nada dan irama tertentu). Satu efek yang tampak dalam pertunjukan wayang yakni gerak wayang. Untuk menghasilkan efek-efek tersebut diperlukan perlengkapan, yakni: boneka wayang, batang pisang, blencong (lampu), kotak wayang, kepyak (lempengan logam), cempala (pemukul kotak), gamelan (instrumen), dan kelir (layar). Yang dimaksud pendukung pertunjukan yakni: dalang, niyaga, swarawati, dan wiraswara. Satu efek yang terlihat dalam pertunjukan wayang yakni: sabetan. Terdapat dua pengertian sabetan atau puppet movement; yakni pengertian “luas” (gerak wayang secara keseluruhan) dan “sempit” (perang atau fighting), intensitas gerak dinamis.

Anggota badan boneka wayang (tangan) hampir semua dapat digerakkan – kedua tangannya atau hanya satu tangannya saja; gerak satu tangan biasanya tokoh yang tangan bagian depan (Durna) ditatah menyatu dengan badan tokoh (raksasa Jurang Grawah, Rambut-geni). Terdapat pula bentuk-bentuk wayang, seperti: gunungan, senjata, pogon, ampyak (rampogan), dan hewan, yang hanya dapat digerakkan dengan menggetarkan boneka wayang.

Teori dan Metode
Dalam penelitian ini digunakan teori estetika. Teori ini berpandangan bahwa setiap karya seni memiliki struktur yang secara umum dapat diterima secara ekuivalen, yakni struktur harmoni dan struktur ritme. Fungsi harmoni dalam suatu karya seni yakni memberikan tekanan dan mengelompokkan unsur-unsur bahasa estetik, sehingga karya seni tersebut bersifat unik.

Unsur-unsur tersebut menjadi suatu perbandingan (spektrum) kemungkinan-kemungkinan. Seperti, perbandingan tangga nada terjadi dengan ditemukannya relasi-relasi yang ada di dalamnya. Struktur keharmonisan memberi titik berat dan menggariskan unsur-unsur perbandingan tersebut. Seperti, tekanantekanan memberikan sumbangan daya tarik tertentu yang bersifat unik. Struktur ritme karya seni menentukan unsur yang diarahkan pada suatu gerak.

Penelitian ini menitikberatkan pada pengertian wayang yang mengacu pada seni pertunjukan. Pertunjukan wayang dapat disebut teater total; di dalamnya dikandung sejumlah jenis seni yang diramu menjadi satu kesatuan, yakni: seni drama (sanggit), musik (vokal instrumen), rupa, gerak (tari), dan seni sastra. Di samping itu dalam pertunjukan wayang dikandung pula Gerakan ini memberikan wujud yang menjadikan gerakan tersebut hidup. Gerakan ini bisa dengan ketidakgerakan; seperti hentakan dengan tempo yang tepat dalam dunia teater musik, puisi, maupun tari (Sutrisno, 1994: 138-139). Sedangkan metode atau langkah-langkah penelitian yang dilakukan, yakni pengumpulan data dengan melakukan aktivitas pendokumentasian dan menyaksikan pertunjukan wayang di Jakarta dan sekitarnya; data yang telah terkumpul diklasifikasikan, diolah, dan dianalisis. Dalam menganalisis data tersebut diperlukan kepustakaan yang memadai; dalam penelitian ini diperlukan studi kepustakaan. Kesimpulan, sebagai intisari penelitian ini, disajikan setelah dilakukan analisis.

Analisa dan Interpretasi
Sabetan (gerak wayang) berasal dari kata sabet, yang artinya pengembat, sebat; disabet berarti diembat, disekat, dibingkah; disabeti berarti dibelasah; nyabet artinya menjatuhkan kartu, melakukan wayang kulit; dan sabet dalam krama inggil berarti pedang (Prawiroatmojo, 1981: 155). Pengertian sabetan, nyabet yang diacu yakni melakukan wayang kulit menggerakkan, menjalankan, memainkan boneka wayang. Gerak wayang menyangkut bagaimana tokoh berbicara, bersikap, dan bertindak dalam hubungannnya dengan tokoh yang lainnya. Dalam suatu gerakan wayang terjadi perpindahan atau perubahan pada tubuh atau sebagaian kecil anggota tubuh boneka-boneka wayang. Djelantik mengatakan bahwa gerak merupakan suatu unsur penunjang yang paling sangat berperan dalam seni tari. Dengan gerak terjadi perubahan atau perpindahan pada tubuh atau pada anggota tubuh atau pada sebagian yang kecil dari anggota tubuh. Gerak (Inggris: movement), melibatkan dua dimensi, yakni dimensi ruang dan dimenasi waktu. Karena keterlibatan dua dimensi ini gerak mempunyai kecepatan. Ini dapat diukur. Karena keterlibatan dimensi ruang terbawalah unsur-unsur dalam seni tari unsur-unsur estetika, seperti simetri, asimetri, keseimbangan, variasi, kontras, dan penonjolan. Karena keterlibatan dimensi waktu dalam seni tari terbawalah unsur-unsur estetika lain, seperti ritme, aritme, tempo dan juga keseimbangan, variasi, kontras, dan penonjolan. Dimensi waktu juga telah mengundang seni karawitan ikut serta dalam mengiringi seni tari, dengan peran yang sangat menentukan. Di samping menunjang seni geraknya dalam tari dengan menentukan ritme dan tempo, seni karawitan sangat membantu mewujudkan suasana yang sesuai dengan apa yang ditarikan (1990: 23).

Macam-macam Teater Tradisional Indonesia

Macam-macam Teater Tradisional Indonesia - Indonesia memang kaya akan khasanah budaya bangsa salah satu diantaranya yakni seni peran dan kalau kita berbicara Seni peran pasti kita identik dengan seni peran dalam panggung atau bisa disebut dengan Teater atau Drama, Teater Tradisional adalah bentuk pertunjukan yang pesertanya dari daerah setempat karena terkondisi dengan adat istiadat, sosial masyarakat dan struktur geografis masing-masing daerah

Jenis-jenis Teater Tradisional Indonesia
  1. Ketoprak dari Yogyakarta
  2. Ludruk dari Surabaya
  3. Wayang Orang dari Jawa Tengah/Yogyakarta
  4. Lenong dan Topeng Blantik dari Betawi
  5. Mamanda dan Wayang Gong dari Kalimantan Selatan
  6. Mak Yong dan Mendu dari Riau
  7. Masres dari Indramayu
  8. Randai dari Sumatera Barat
  9. Dulmulk dari Sumatera Selatan
  10. Bangsawan dari Sumatera Utara
  11. Anak Ari dari Nusa Tenggara
  12. Arya Barong Kecak dari Bali
Ciri-ciri Teater Tradisional Indonesia
  1. Pementasan panggung terbuka (lapangan, halaman rumah),
  2. Pementasan sederhana,
  3. Ceritanya turun temurun

Seni Tari dari Pacitan Tampilkan Performa Terbaik di Mapfest

Seni Tari dari Pacitan Tampilkan Performa Terbaik di Mapfest

 Satu lagi kesenian khas Pacitan, Jawa Timur yang mulai menapakkan jejak seni budaya di kancah internasional. Adalah tari Ruung Sarung dan tari Kidung Beber, dua tari garapan LKP Seni Pradapa Loka Bhakti (PLB) Pacitan sukses menampilkan performancenya dalam Melaka Arts and Performance Festival (Mapfest) Malaysia 2015, baru-baru ini.
Mapfest 2015 adalah adalah festival seni internasional yang diikuti oleh para seniman dari seluruh dunia dan bertemu di salah satu situs bersejarah terpenting di kota Melaka, yaitu bukit St. Paul, untuk berbagi pengalaman kebudayaan serta bekerjasama dan berkolaborasi menghasilkan inovasi baru dalam bidang seni. Festival ini sendiri merupakan salah satu acara andalan dari kementerian pariwisata dan budaya Malaysia yang diadakan setiap tahun.

Menurut Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) LKP PLB, Deasylina da Ary, dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (7/12/2015) menampaikan bahwa dalam acara utama yang digelar pada 27-29 November 2015 tersebut, PLB berkesempatan untuk mempertunjukkan karyanya yaitu Kidung Beber dan Ruung Sarung dari Pacitan, Jawa Timur.
Selain itu, PLB juga membawakan tari Ngremo untuk memperkenalkan tari tradisional Jatim dalam pementasan mapping. Sementara pada acara puncak, PLB juga berkesempatan untuk berkolaborasi dengan seluruh artis dengan karya berjudul ‘Eulogy for The Living’.
“PLB juga dipercaya untuk tampil dalam upacara pembukaan yang dihadiri oleh Perdana Menteri Melaka, dan Pangeran Negeri Melaka, dengan menampilkan karya Joged Jonjang,” jelasnya.
Lebih lanjut, Lina yang merupakan Dosen Universitas Negeri Semarang (Unnes) ini menyampaikan bahwa personel yang dikirim PLB dalam Mapfest 2015 dipimpin oleh Agung Gunawan selaku kabid Pengembangan PLB, Deasylina da Ary selaku Kabid Pendidikan dan Pelatihan PLB dan tiga orang penari yakni Anes Ayu Pratiwik, Yasinta Wenda Mulasari dan Ariesta Maharani.
“Pementasan kami disambut luar biasa, banyak tanggapan positif dari penonton dan juga sesama artis pengisi, bahkan Dr. Lisa Dethridge dosen pengajar RMIT University Australia dan Pembicara dalam sesi Artist Talk Mapfest 2015 menyebut kami stars of Mapfest 2015 dalam sesi dialog yang dipimpinnya,” paparnya.
Selama ini, PLB telah mementaskan karyanya dalam acara international, seperti Indonesian dance festival, Bedog arts Festival, Arts Island Festival, namun festival-festival tersebut dilaksanakan di Indonesia, sehingga baru kali ini cita-cita PLB terjawab yakni PLB Go International.
“Terima kasih kepada Direktorat Warisan Nilai dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yang telah mewujudkan cita-cita kami, semoga kesempatan ini akan terus berlanjut, sehingga nama PLB dan Pacitan semakin terdengar di mancanegara,” pungkasnya.
Sebagai informasi, PLB adalah sebuah lembaga pendidikan seni non formal yang terletak di Desa Pelem, Kecmaatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan. PLB berdiri sejak tahun 1980 dengan nama Sanggar Seni Pradapa Loka Bhakti dengan pendirinya adalah Sukarman, S.Pd, MM, seorang seniman tari Pacitan yang sangat aktif berkarya sejak umurnya masih sangat muda.
Dalam proses pembelajaran seninya, siswa-siswi bukan hanya diajak belajar tentang seni semata, akan tetapi juga yang lebih penting adalah belajar tentang karakter dan budi pekerti. Saat ini siswa PLB berjumlah 90 siswa, terbagi menjadi lima grade per kelas dengan usia antara 8-18 tahun dan masih duduk di bangku sekolah formal.

Anavarna, Batik untuk Koleksi Busana Ramadan Anda

Ramadan selalu menjadi bulan yang ditunggu-tunggu dengan antusias, termasuk para pecinta fashionAlleira Batik sebagai salah satu label lokal yang ingin terus berupaya mengembangkan dan memajukan industri fashion tanah air kembali menawarkan koleksi terbarunya.
Alleira Batik mempersembahkan sebuah koleksi yang diberi tajuk "Anavarna" dalam rangka menyambut bulan Ramadan. Dalam koleksinya kali ini, Alleira Batik mengangkat motif Tenun Sumba khas Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Sesuai dengan tema Anavarna dari Alleira Batik menghadirkan koleksi yang cantik, merefleksikan kemurnian dan kemenangan di hari suci. Sebuah momen yang menginspirasi koleksi kali ini dibuat dengan dinamis dan elegan.
Koleksi kali ini juga didominasi oleh warna lembut dan monokrom, seperti hitam, putih, biru, merah bata, dan oranye.
"Penggunaan motif berbeda dari setiap koleksi menandakan Indonesia yang kaya akan semua hal, bukan hanya dari segi budaya dan bahasa, namun juga kekayaan motif dan gambar tradisionalnya," ujar Anita Asmaya Sanin, Creative Director Alleira Batik.


Penggunaan motif Tenun Sumba didesain dengan komposisi motif simetris yang melambangkan keseimbangan dan keharmonisan hidup manusia. Siluet Alleira Batikyang loose dan loose fitted ditunjukkan dalam berbagai bentuk busana, seperti kaftan, tunik, blus, dress, kardigan, basic pants, dan celana kulot.