Selasa, 16 Mei 2017

Harmonisasi Budaya

Harmonisasi Budaya Dalam Alunan Nada Tifa Totobuang

Harmonisasi Budaya Dalam Alunan Nada Tifa Totobuang
Sebuah alunan harmonis terdengar begitu indah dari satu sudut kota Ambon. Pagi itu jalanan begitu lengang dan semakin melancarkan nada-nada indah tersampaikan ke telinga ini untuk selanjutnya diteruskan ke otak. Nada-nada ritmis dan melodi berbaur dengan lembut namun penuh dengan energi yang terasa kuat sekali. Setiap hentakannya seolah mengatakan sesuatu yang kemudian diteruskan oleh alunan alat-alat melodis bernada pentatonik. Semua keindahan suara ini berasal dari satu sumber kolaborasi musik Tifa Totobuang.
Tifa Totobuang sebenarnya berasal dari dua nama alat musik yang merupakan alat musik tradisional Maluku. Tifa adalah sebuah alat musik pukul menyerupai gendang yang mempunyai selaput pukul terbuat dari kulit. Alat musik ini memang dikenal sebagai alat musik asli Indonesia Timur dan biasa ditemukan di Maluku serta Papua. Tifa terdiri dari beberapa jenis seperti tifa Jekir, Tifa dasar, Tifa potong, Tifa Jekir Potong, dan Tifa Bas. Bermacam tifa ini sebenarnya dibedakan menurut ukuran, bentuk dan suara yang dihasilkan. Sedangkan untuk Totobuang adalah alat musik melodis yang memiliki nada-nada dan berbentuk seperti salah satu alat musik gamelan jawa. Totobuang pada dasarnya berbentuk seperti gong berukuran kecil yang tersusun beberapa ukuran dengan nada yang berbeda.
Walaupun Tifa dan Totobuang adalah dua alat musik dengan latar belakang yang berbeda, namun bila keduanya digabungkan akan menghasilkan sebuah perpaduan manis dan indah untuk didengar. Biasanya keduanya memang selalu dimainkan dalam satu harmonisasi bersama, itu sebabnya kolaborasi ini dinamakan Tifa Totobuang. Masyarakat awam pun berpikir bahwa Tifa Totobuang adalah satuan alat musik yang tidak terpisahkan.
Tifa Totobuang memang banyak dimainkan dalam acara-acara yang berbau Kristiani, namun setelah kerusuhan Ambon pecah pada awal tahun 2000 masyarakat Maluku pun mengkolaborasikan kesenian ini dengan kesenian lain yang lebih bernuansa Islami. Kesenian yang berupa tari tersebut adalah tari Sawat. Tarian Maluku yang sangat kental nuansa Islami dan Melayu ini merupakan sebuah warisan budaya para pedagang Arab yang pernah berdagang di Jazirah Al-Muluk atau Maluku. Perpaduan dua kesenian dengan latar belakang berbeda ini ternyata menjadi sebuah alternatif perekat kerukunan warga Maluku. Harmonisasi antara Tifa Totobuang dan Tari Sawat seperti menjadi sebuah simbol perdamaian dan harmonisasi di dalam masyarakat Maluku yang majemuk. Seni memang adalah bahasa yang universal dengan berbagai pesan positif yang dapat disampaikan di dalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar