Selasa, 23 Mei 2017

Akar Sejarah dan Perkembangan Batik di Indonesia

Kesenian Indonesia


Akar Sejarah dan Perkembangan Batik di Indonesia

Batik merupakan sebuah teknik pembuatan pakaian dengan corak menggunakan wax-resist dyeing yang diaplikasikan ke seluruh kain. Pembuatan Batik dilakukan dengan menggambar titik dan garis pada kain menggunakan canting, atau mencetak dengan sebuah stempel yang terbuat dari perunggu dan disebut cap. Tradisi membuat batik sendiri ada di berbagai negara termasuk Nigeria, Tiongkok, India, Malaysia, Filipina, dan Sri Lanka. Meski begitu, batik dari Indonesia tetaplah yang paling banyak diketahui. Batik Indonesia yang dibuat di pulau Jawa memiliki sejarah akulturasi panjang dengan corak berbeda yang terinspirasi dari berbagai kultur dan merupakan yang paling maju dalam bidang corak, teknik, dan kualitas pengerjaan. Batik di Indonesia mulai diakui dunia setelah pada Oktober tahun 2009, batik Indonesia diakui oleh UNESCO sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity.
Akar Sejarah dan Perkembangan Batik di Indonesia
Etimologi, Sejarah, dan Perkembangan Batik Indonesia
Kata “batik” sendiri merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa. Ada dua kemungkinan tentang darimana munculnya kata ini, dimana salah satunya adalah dari kata amba (menulis) dan titik. Kemungkinan lain adalah kata ini berakar dari bahasa Proto-Austronesian “beCik” yang berarti untuk menato. Awal mula kata batik dalam sejarah batik Indonesia sendiri muncul di Ensiklopedi Britanika pada tahun 1880 dengan tulisan battik.
Teknik wax resist dyeing sebuah kain sebenarnya merupakan sebuah teknik seni kuno yang sudah ada di Mesir sejak abad ke-4 sebelum masehi dan digunakan untuk membungkus mumi. Di Asia, teknik ini juga dipraktekkan di Tiongkok pada masa dinasti Tang tahun 618 hingga 907, di India dan Jepang saat periode Nara tahun 645 hingga 794. Di Afrika juga teknik ini digunakan oleh suku Yoruba di Nigeria serta oleh suku Soninke dan suku Wolof di Senegal.
Seni batik di Indonesia sendiri paling berkembang di pulau Jawa, karena di pulau tersebut, seluruh bahan untuk proses pembatikan sudah tersedia seperti katun, beeswax, dan tumbuh-tumbuhan untuk pewarna. Sejarah batik di Indonesiadiperkirakan oleh G. P. Rouffaer dimulai dengan dikenalkannya teknik ini pada abad ke-6 atau 7 oleh masyarakat India atau Sri Lanka. Di sisi lain, arkeolog Belanda, J. L. A. Brandes dan arkeolog Indonesia F. A. Sutjipto percaya bahwa batik Indonesia merupakan bagian dari tradisi, karena Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua yang tidak terekspos pada ke-Hinduan memiliki tradisi batik sendiri.
Rouffaer melaporkan bahwa corak gringsing sudah dikenal di Kediri, Jawa Timur sejak abad ke-12, dan hanya bisa dibuat menggunakan canting. Pahatan detil baju yang dikenakan oleh patung Prajnaparamita di Jawa Timur sekitar abad ke-13 menunjukkan sebuah corak yang mirip dengan motif batik jlamprang atau ceplok. Motif ini dipercaya menggambarkan teratai, sebuah tanaman yang suci di kepercayaan Hindu-Buddha. Bukti ini menunjukkan bahwa corak batik yang dibuat menggunakan canting telah ada sejak abad ke-13 atau bahkan sebelumnya.
Batik Indonesia semakin mendunia ketika Stamford Raffles pada tahun 1817 mempublikasikan History of Java. Pada tahun 1873, seorang saudagar Belanda dengan nama Van Rijckevorsel memberikan sebuah batik yang ia koleksi dari perjalanannya ke Indonesia pada sebuah museum etnis di Rotterdam. Pada tahun 1920, pembatik yang berasal dari Jawa mulai bermigrasi ke Malaysia dan memperkenalkan penggunaan wax dan copper block di pantai timurnya. Pada abad ke-19, kemahsyuran batik Indonesia kembali terbang hingga Afrika dimana batik Jawa diperkenalkan. Orang-orang lokal dari Afrika kemudian mulai mengadaptasi batik tersebut dan membuat motif baru dengan garis yang lebih tebal dan warna yang lebih banyak. Pada tahun 1970, Australia akhirnya mendapat kesempatan untuk mengenal batik, dimana kemudian artis-artis aborigin di Erna Bella mengembangkannya lagi.
Batik merupakan bagian dari kultur masyarakat Indonesia, dan dalam perkembangan batik di Indonesia banyak corak batik yang simbolik. Ada yang percaya bahwa bayi harus digendong menggunakan kain batik yang didesain untuk membawa keberuntungan, dan ada juga beberapa motif batik yang khusus untuk pengantin dan keluarganya. Beberapa desain dibuat untuk para petinggi dan bahkan dilarang digunakan oleh orang biasa. Karena hal ini juga, peringkat seseorang bisa dinilai dari corak batik yang mereka gunakan.
Popularitas batik di Indonesia sendiri selalu berubah tiap eranya. Dulu, pakaian ini penting sebagai seragam dalam upacara atau acara besar. Penggunaan batik sendiri sudah tercatat sejak abad ke-12 dan tekstil batik sendiri sudah menjadi sumber identitas yang kuat bagi Indonesia untuk melewati batas agama, ras, dan kultur.
Industri batik di Jawa menjadi sangat maju pada akhir tahun 1800-an hingga awal tahun 1900-an, dan mulai menurun ketika pendudukan Indonesia oleh Jepang. Setelah merdeka, bukannya semakin maju tapi malah semakin menurun karena orang-orang lebih memilih berpakaian ala barat dan membunuh industri batik. Meski begitu, pada awal mula abad ke-21 melalui upaya dari berbagai macam desainer fesyen Indonesia, batik mulai kembali hidup lagi. Upaya yang dilakukan oleh desainer-desainer tadi antara lain adalah dengan mencoba warna baru, kain baru, hingga motif baru. Akhirnya sekarang batik menjadi sebuah item fashion bagi orang-orang Indonesia yang bisa dilihat mereka gunakan sebagai kaos, dress, atau scarf untuk penggunaan sehari-hari.
Sejak tercatatnya sejarah batik Indonesia oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009, pemerintah Indonesia mulai menerapkan sebuah anjuran dimana mereka menghimbau masyarakat Indonesia untuk mengenakan batik setiap hari Jum’at, dan sejak saat itu “hari batik” menjadi sesuatu yang dilakukan oleh banyak kantor-kantor pemerintahan dan swasta. Hari batik di Indonesia juga mulai dilaksanakan, yaitu setiap 2 Oktober, yang juga merupakan tanggal diakuinya batik Indonesia sebagai warisan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar